JAKARTA-RADAR BOGOR,
Lisnawati Manik tak kuasa menahan air mata saat menceritakan tentang
Arnita Turnip. Putri sulungnya itu tak bisa melanjutkan kuliah di
Institut Pertanian Bogor (IPB) karena beasiswanya dihentikan Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Simalungun.
Hingga kini, belum ada jawaban pasti dari
Dinas Pendidikan Simalungun kepada Lisnawati ihwal pemutusan beasiswa
itu. Dinas pendidikan selalu berkelit. Namun, Lisnawati curiga hal itu
berkaitan dengan keputusan Arnita yang berpindah keyakinan dari Kristen
menjadi Islam.
Arnita resmi memeluk Islam pada September
2015. Saat itu, dia masih semester 2 di jurusan kehutanan IPB. Beasiswa
Utusan Daerah (BUD) yang diperolehnya lewat tes masih berjalan kala itu.
Tapi saat semester tiga, Arnita mendapat
pemberitahuan kalau dana itu diputus. Pemkab Simalungun juga sudah
mengirimkan surat ke IPB.
Arnita Depresi. Dia bingung karena tidak
lagi bisa membiayai kuliahnya. Per semester Uang Kuliah Tunggal (UKT)
Arnita di IPB sebesar Rp 11 juta. Orang tuanya di Desa Bangun Raya,
Kecamatan Raya Kahean, Kabupaten Simalungun, awalnya tidak tahu kalau
beasiswa Arnita diputus.
“Kami tidak tahu-menahu dengan surat
pemberhentian itu. Kalau kami hubungi anak kami itu, dia menjerit-jerit.
Karena dia depresi,” kata Lisnawati saat ditemui JawaPos.com di Kantor
Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Sumatera Utara, Selasa (31/7).
Bahkan awalnya, Arnita sempat dicurigai
terlibat aliran sesat di kampusnya. Sehingga Arnita pun dijemput orang
tuanya untuk pulang. Namun sepanjang di desanya, Arnita tetap tampak
depresi. Dia mengurung dirinya di kamar.
Keluarga Arnita sempat meminta agar dia
dibaptis kembali. Namun Arnita menolak. Karena orang tuanya sudah
mengizinkan Arnita untuk berpindah agama.
“Saya coba dekati dan saya tanya.
Sebenarnya ada apa sampai dia seperti itu. Dia percaya sama saya. Dia
bilang dia tidak terkena aliran radikal. Tidak terkena cuci otak. Dia
stres karena ingin kuliah. Berjuang untuk BUD-nya,” ungkap Lisnawati.
“Tapi kenapa saya dikeluarkan. Apa karena
saya masuk Islam? Mamak kan tahu say masuk Islam juga permisi. Jadi saya
bukan radikal. Tolong mamak bantu aku,” imbuh Lisnawati menirukan
omongan anaknya saat itu.
Arnita pun kembali ke Jawa. Untuk biaya
hidupnya, dia membuat banyak usaha. Mulai dari mengajar les tambahan,
jualan online, hingga menjual donat dan membuka usaha jasa cuci pakaian
(laundry). Serasa tak lupa identitas dari keluarga Batak, jasa cuci
pakaiannya dibuat bernama Turnip Laundry.
Berhenti sementara dari IPB, Arnita ingin
melanjutkan kuliah di Universitas Esa Unggul. Rencananya, Arnita
mengambil jurusan hukum. Alasannya, dia ingin memperjuangkan masalah
BUD.
Meski berbeda keyakinan, Lisnawati tetap
memperjuangkan darah dagingnya. Keluarga merasa tidak terima dengan
kelit alasan yang diberikan Pemkab Simalungun. Mereka ingin Arnita
dikembalikan ke IPB.
“Saya sudah ke Dinas Pendidikan, tapi
tidak ada jawaban. Saya langsung ke IPB mempertanyakan status anak saya.
IPB masih memberikan kesempatan. Tapi anak saya harus bayar UKT yang
semester 2 sampai 6. Totalnya Rp 44 juta,” ujarnya.
Sampai sekarang, Lisnawati tidak mendapat
alasan tentang pemutusan beasiswa itu. Arnita sendiri tidak pernah
melanggar kesepakatan. Indeks prestasinya baik.
“Saya sudah tanyakan ke Disdik. Mereka
bilang Masalahnya anggaran dan etika. Kalau memang masalahnya anggaran,
kenapa yang lainnya cair. Kalau memang soal pindah agama, Disdik nggak
bisa jawab,” tukas Lisnawati.
Arnita sempat berkuliah di Universitas
Hamka. Dia mengambil jurusan manajemen. Namun hatinya tetap ada di IPB
karena buah perjuangannya ikut tes BUD.
Di keluarga, Arnita memang dikenal sebagai
pribadi yang gigih. Anak pertama dari empat bersaudara itu merupakan
sosok pejuang keluarga. Selama di Bogor, Arnita tidak sendiri. Dia
memboyong adiknya yang melanjutkan SMA.
“Anak saya ini orangnya penolong dan
sangat baik. Bisa jadi harapan keluarga. Karena waktu itu adiknya mau
masuk ke sekolah yang biasa-biasa di kampung, dia kasih cara. Makanya
dibawa ke sana bisa dapat beasiswa. Emang kalau di kampung banyak KKN.
Dibawanya lah adiknya itu,” beber Lisnawati.
Untuk biaya hidup, Arnita yang
menanggungnya. Kini sang adik juga mengikuti jejak kakaknya. Dia
memutuskan masuk Islam. Keluarga juga sama sekali tidak mempermasalahkan
beda keyakinan itu. Mereka tetap rukun.
Kini, permasalahan Arnita sudah diadukan
ke Ombudsman RI Perwakilan Sumut. Hari ini, Kepala Dinas Pendidikan
Simalungun juga dipanggil untuk memberikan keterangan. (ysp)
Sumber : RADAR BOGOR
0 komentar:
Post a Comment