Banner 1

Thursday, 15 November 2018

Gelar yang (Masih) Berani Kita Impikan

jawapos.com GELARAN sepak bola terbesar antarbangsa se-Asia Tenggara sudah berjalan dua laga. Juga, seperti di edisi-edisi sebelumnya, target tinggi pun dibebankan ke timnas kita: menjadi juara.
Target yang wajar sebenarnya. Mengingat, kita memang sejatinya memiliki potensi sepak bola yang luar biasa.
Apalagi, fans Garuda -julukan timnas- sudah letih menunggu gelar juara yang tak kunjung direngkuh semenjak kejuaraan itu dimulai pada 1996. Bahkan, raihan terbaik timnas senior kita terakhir ditorehkan pada 1991, dengan merebut emas SEA Games. Sudah terlalu lama. 

Di Piala AFF atau yang dulu bernama Piala Tiger, Garuda bisa dibilang sebagai tim yang paling tidak beruntung. Lima kali masuk final dan lima kali pula gagal juara.
Tentu semua permainan olahraga berhubungan dengan keberuntungan. Namun, semua juga ditentukan oleh usaha yang maksimal. Juga, kita pantas bertanya, apakah selama ini kita sudah maksimal dalam segi usaha? Maksimal dalam persiapan? Maksimal dalam membenahi kekurangan yang ada?
Sebagai pemain yang pernah mencicipi kejuaraan itu, saya memiliki perasaan yang sama dengan fans. Saya juga ingin melihat timnas kita bisa mengangkat trofi juara Piala AFF tahun ini. 

Menurut saya, dengan format yang berbeda dari edisi sebelumnya, peluang menjadi juara tetap terbuka. Meski memang di laga pertama kita kalah oleh Singapura. Tapi, di laga tadi malam kita bisa mencatat kemenangan atas Timor Leste.
Dalam sepak bola, kita kadang memerlukan kekalahan untuk menjadi juara. Sebab, dengan kekalahan kita jadi tahu kekurangan dan mau berbenah. Kekalahan yang bisa memberikan pelajaran tentang kesalahan dan tentang arti nikmatnya sebuah kemenangan.
Kekalahan oleh Singapura bisa menjadi obat buat kita. Ada sisi baik yang bisa dijadikan pelajaran: Seharusnya kita lebih tersengat dan lebih antusias lagi.
Harap diketahui, bermain di timnas sangat berbeda dengan bermain di klub. Ada tekanan dan atmosfer yang berbeda di sana. 

Di sepanjang kompetisi domestik, kita bergelut dengan permainan yang kadang sedikit "keluar" dari regulasi. Misalnya soal tekel. Hal-hal kecil yang kadang bisa jadi kesalahan besar bila itu kita terapkan di level timnas.
Karena itu, kita dituntut untuk lebih smart dan bijak saat berada di level tersebut. Kita harus benar-benar patuh terhadap rule of the game yang sebenarnya.
Pada Piala AFF 2016, kita juga sempat tertatih di babak penyisihan sebelum akhirnya bisa masuk final. Meski memang akhirnya kita kalah agregat oleh Thailand di final. Bukan tidak mungkin kita mengalami hal yang sama tahun ini. Para pemain sudah lama berkumpul. Praktis, hampir dua tahun mereka bermain bersama sejak kedatangan Luis Milla yang kini telah kembali ke Spanyol. 

Namun, setidaknya chemistry dan saling pengertian sudah terjalin. Beberapa pemain seperti Hansamu Yama Pranata, I Putu Gede Juni Antara, M. Hargianto, Zulfiandi, dan Evan Dimas Darmono bahkan berkumpul sejak di timnas U-19 asuhan Indra Sjafri.
Jadi, dari segi kolektivitas, kita semestinya bisa berharap banyak kepada mereka. Juga, yang tak kalah penting, dukungan pemain "ke-12". Suporter kita yang terbaik di Asia Tenggara. Loyalitas dan militansi mereka jangan diragukan lagi.
Itulah yang semestinya menjadi alasan tersendiri kenapa kita patut berani bermimpi. Mengakhiri penantian panjang akan trofi. 
*) Pemain Barito Putera, personel timnas di Piala AFF 2014

0 komentar:

Post a Comment