jawapos.com GELARAN sepak bola terbesar antarbangsa se-Asia Tenggara sudah
berjalan dua laga. Juga, seperti di edisi-edisi sebelumnya, target
tinggi pun dibebankan ke timnas kita: menjadi juara.
Target yang wajar sebenarnya. Mengingat, kita memang sejatinya memiliki potensi sepak bola yang luar biasa.
Apalagi, fans Garuda -julukan timnas- sudah letih
menunggu gelar juara yang tak kunjung direngkuh semenjak kejuaraan itu
dimulai pada 1996. Bahkan, raihan terbaik timnas senior kita terakhir
ditorehkan pada 1991, dengan merebut emas SEA Games. Sudah terlalu lama.
Di Piala AFF atau yang dulu bernama Piala Tiger,
Garuda bisa dibilang sebagai tim yang paling tidak beruntung. Lima kali
masuk final dan lima kali pula gagal juara.
Tentu semua permainan olahraga berhubungan dengan
keberuntungan. Namun, semua juga ditentukan oleh usaha yang maksimal.
Juga, kita pantas bertanya, apakah selama ini kita sudah maksimal dalam
segi usaha? Maksimal dalam persiapan? Maksimal dalam membenahi
kekurangan yang ada?
Sebagai pemain yang pernah mencicipi kejuaraan
itu, saya memiliki perasaan yang sama dengan fans. Saya juga ingin
melihat timnas kita bisa mengangkat trofi juara Piala AFF tahun ini.
Menurut saya, dengan format yang berbeda dari
edisi sebelumnya, peluang menjadi juara tetap terbuka. Meski memang di
laga pertama kita kalah oleh Singapura. Tapi, di laga tadi malam kita
bisa mencatat kemenangan atas Timor Leste.
Dalam sepak bola, kita kadang memerlukan
kekalahan untuk menjadi juara. Sebab, dengan kekalahan kita jadi tahu
kekurangan dan mau berbenah. Kekalahan yang bisa memberikan pelajaran
tentang kesalahan dan tentang arti nikmatnya sebuah kemenangan.
Kekalahan oleh Singapura bisa menjadi obat buat
kita. Ada sisi baik yang bisa dijadikan pelajaran: Seharusnya kita lebih
tersengat dan lebih antusias lagi.
Harap diketahui, bermain di timnas sangat berbeda dengan bermain di klub. Ada tekanan dan atmosfer yang berbeda di sana.
Di sepanjang kompetisi domestik, kita bergelut
dengan permainan yang kadang sedikit "keluar" dari regulasi. Misalnya
soal tekel. Hal-hal kecil yang kadang bisa jadi kesalahan besar bila itu
kita terapkan di level timnas.
Karena itu, kita dituntut untuk lebih smart dan bijak saat berada di level tersebut. Kita harus benar-benar patuh terhadap rule of the game yang sebenarnya.
Pada Piala AFF 2016, kita juga sempat tertatih di
babak penyisihan sebelum akhirnya bisa masuk final. Meski memang
akhirnya kita kalah agregat oleh Thailand di final. Bukan tidak mungkin
kita mengalami hal yang sama tahun ini. Para pemain sudah lama
berkumpul. Praktis, hampir dua tahun mereka bermain bersama sejak
kedatangan Luis Milla yang kini telah kembali ke Spanyol.
Namun, setidaknya chemistry dan saling pengertian
sudah terjalin. Beberapa pemain seperti Hansamu Yama Pranata, I Putu
Gede Juni Antara, M. Hargianto, Zulfiandi, dan Evan Dimas Darmono bahkan
berkumpul sejak di timnas U-19 asuhan Indra Sjafri.
Jadi, dari segi kolektivitas, kita semestinya
bisa berharap banyak kepada mereka. Juga, yang tak kalah penting,
dukungan pemain "ke-12". Suporter kita yang terbaik di Asia Tenggara.
Loyalitas dan militansi mereka jangan diragukan lagi.
Itulah yang semestinya menjadi alasan tersendiri kenapa kita patut berani bermimpi. Mengakhiri penantian panjang akan trofi.
*) Pemain Barito Putera, personel timnas di Piala AFF 2014
0 komentar:
Post a Comment