BOGOR-Sosok Syarifah Tusadiah memberikan warna tersendiri untuk kantor BPJS Ketenagakerjaan Bogor. Siapa pun yang bertandang, pasti ‘dihadiahi’ senyum khasnya. Saking ramah dan cantiknya, sampai-sampai banyak yang tidak ngeh terhadap profesinya. Yakni, seorang sekuriti.
“Selamat datang Bapak dan Ibu. Ada yang bisa saya bantu?” Begitulah kalimat pamungkas yang kerap diucapkan Ipeh, sapaan akrabnya, kepada para nasabah BPJS yang datang. Kalimat tersebut keluar dari bibirnya yang tipis, setelah menarik daun pintu kaca di sisi kirinya agar nasabah bisa masuk. Semua dilakukan dengan sangat ‘anggun’. Seakan bukan sekuriti, tapi bak pramugari.
“Sebenarnya saya tidak pernah berniat menjadi sekuriti. Sebab, cita-cita saya dulu adalah menjadi seorang guru,” kata mojang kelahiran Bogor, 9 Juni 1994 silam ini.
Ipeh menceritakan asal-muasal sepak terjang kariernya. Awalnya, dara berkulit kuning langsat itu ingin melamar menjadi karyawati salah satu perusahaan di Kabupaten Bogor. Sayangnya, perusahaan tersebut belum menerima tenaga kerja baru. “Nah, yang ada hanya untuk posisi sekuriti. Saya pikir, kenapa tidak untuk dicoba,” ulas dara yang gemar membaca tersebut.
April 2012, Ipeh pun menempuh pendidikan khusus menjadi sekuriti di Yayasan Security Phisik Dinamika (SPD). Selama dua pekan, Ipeh harus berjibaku dengan seabrek latihan khusus di Desa Sanja, Kecamatan Citereup, Kabupaten Bogor.
Fisik ditempa, mental diasah, demi satu asa menjadi seorang sekuriti wanita alias sekwan. Menu latihannya adalah olahraga, bela diri, pendidikan kebangsaan, hingga mengatur lalu lintas. “Saat itu, di angkatan saya cuma ada tiga orang wanita yang ikut. Saya salah satunya,” ujar Ipeh yang juga warga Ciluar.
Menjadi satu di antara tiga orang wanita yang digembleng menjadi petugas keamanan yang didominasi kaum Adam tak menyurutkan niat dan tekadnya. Semangat, adalah tajuk utama di benak Ipeh kala itu. Tentunya juga disuntik doa dan dukungan orang tua serta keluarga.
“Alhamdulillah, kedua orang tua mendukung. Keluarga juga mendukung,” ucapnya.
Setelah lulus dididik menjadi sekuriti, April 2012, Ipeh pun mulai ‘ngepos’ di perusahaan tempat dia pernah melamar kerja tersebut. Ipeh pun dibekali perlengkapan bela diri seperti pentungan, borgol dan sangkur serta alat komunikasi, HT. Di sana, kata Ipeh, cukup banyak pengalaman didapatkannya. Mulai dari mendapat jatah sif malam, diinterograsi pimpinan perusahaan akibat buruh yang ‘nakal’, melihat orang kesurupan, hingga mendengar suara gaib.
“Seru dan asyik-asyih saja sih. Karena ini sudah jadi konsekuensi pekerjaan,” bebernya.
Oktober 2013, Ipeh ‘pamit’ di perusahaan tersebut. Sebulan setelahnya, November, Ipeh kembali melamar menjadi penjaga keamanan di perusahaan kedua. Bekal pengalaman di perusahaan sebelumnya menjadikan Ipeh lebih menguasai bagaimana seharusnya seorang sekuriti bekerja. Cukup lama Ipeh menghabiskan waktu di perusahaan keduanya ini, yakni lebih dari satu tahun.
“Hingga pada Februari kemarin saya resign, dan awal Maret bekerja di sini (BPJS Ketenagakerjaan, red),” ungkapnya.
Di tempat kerjanya sekarang ini, Ipeh mengaku lebih betah menjadi sekuriti. Sebab, ada banyak pengalaman yang jauh berbeda dari tempat kerja sebelumnya.
“Kalau dulu, yang saya hadapi hanya buruh atau karyawan pabrik, sekarang saya berhadapan dan melayani masyarakat yang latar belakang sosialnya berbeda antara satu sama lain,” kata Ipeh.
Nah, pada Juli lalu adalah bulan yang sangat berharga bagi dia. Ketika itu, ratusan warga menyerbu kantornya yang beralamat di Jalan Pemuda itu. Massa datang berbondong untuk mengklaim dana jaminan hari tua (JHT) karena adanya perubahan peraturan.
“Kantor jadi dipenuhi lautan manusia. Ini adalah pengalaman pertama saya dan momen yang tak terlupakan,” tutur Ipeh sembari terkekeh.
Sebagai seorang sekuriti wanita, tak sedikit Ipeh mendapat pujian plus godaan dari nasabah yang datang. Paras geulis dan perangai supel, membuat siapa pun tergelitik untuk merayunya. Benar saja, sorot mata nasabah yang datang, baik dari wanita hingga pria selalu tertuju ke sosok pemilik tinggi semampai ini.
“Selalu ada sih yang bilang cantik, tapi saya selalu menganggapnya biasa saja,” akunya.
Melakoni profesi yang tak lazim bagi wanita, di saat usianya masih 21 tahun, tidak pernah membuat masa mudanya tergerus. Ipeh masih suka nongkrong di mal dan main ke tempat wisata alam sekadar refreshing setiap akhir pekan. Karena, Minggu, pelayanan di kantor BPJS Ketenagakerjaan libur.
“Tapi, saya lebih suka menghabiskan waktu luang di rumah bersama keluarga,” ucap Ipeh.
Ipeh juga tak pernah minder dan malu memakai seragam PDF putih-hitam, walaupun sempat ‘disentil’ tetangga dan teman-temannya. Malah, dia selalu bangga bisa dengan pakaian yang selalu dikenakannya dari jam 6 pagi hingga jam 7 malam tersebut. Sebab, semua dilakukannya untuk satu alasan utama, keluarga. Seragam satpam ini pun tidak pernah mengubah karakternya sebagai seorang remaja belia.
“Saya tetap feminin kok. Tetap masih suka pakai high heels atau wedges kalau ada kondangan,” kata Ipeh setengah bercanda.
Soal alur nasib kehidupan, Ipeh memasrahkannya kepada Allah SWT akan seperti apa ke depannya. Tetapi, dengan tegas dia mengatakan cinta menjadi sekuriti. Dan kalau bisa, selamanya tetap menjadi sekuriti.
“Walaupun nanti sudah nikah dan punya anak. Saya tetap ingin jadi sekuriti,” tukas dia.
“Dan kalaupun masih berkenan, saya tetap ingin di sini (kantor BPJS Ketengakerjaan Bogor, red),” imbuhnya.(ent)
0 komentar:
Post a Comment