Monday, 28 September 2015
Bogor Jadi Tuan Rumah Aktivis Dunia
BOGOR– Jika tidak ada aral, mulai Senin-Sabtu (28/9-3/10), Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia akan kedatangan tamu dari beberapa negara di Asia, yakni Thailand, Kamboja, dan Malaysia. Mereka merupakan politisi dan aktivis demokrasi negaranya masing-masing.
Selama di Indonesia, para delagasi itu akan belajar dan berbagi mengenai pengalaman dan perkembangan demokrasi di Indonesia serta negara masing-masing. Kegiatan ini disponsori oleh International Republikan Institute (IRI) Washington DC.
“Bahkan para delegasi itu sore ini dijadwalkan tiba di Indonesia. Perwakilan dari Tiongkok sebanyak tiga orang, Thailand dua orang, Kamboja tiga orang dan Malaysia satu orang,” ujar Direktur KOPEL Indonesia, Syamsuddin Alimsyah saat ditemui di sekretariat Kopel Bogor, Perumahan Bogor View, Minngu (27/9/2015).
Syam, sapaan akrab Syamsuddin, mengatakan pertemuan ini merupakan upaya untuk mendorong sinergi gerakan antara aktivis organisasi di Asia dalam rangka mendorong isu-isu penting yang akan menguatkan demokratisasi di Asia.
“Para delegasi dari luar negeri ini akan belajar tentang demokratisasi di Indonesia tumbuh, bahkan dari desa dan menjadi sebuah sistem yang menguatkan negara,“ kata dia.
Bahkan, KOPEL dalam korespondennya selama ini dengan para delegasi terus berusaha meyakinkan mereka agar memilih Indonesia sebagai lokasi berbagi pengalaman tentang demokrasi adalah pilihan yang sangat tepat.
“Selain karena faktor keamanan yang terjamin, juga karena proses perjalanan demokratisasi di Indonesia juga memang memiliki keunikan yang berbeda dengan negara-negara lain,” imbuhnya.
Dia juga menjelaskan, ada beberapa keunikan dalam proses penataan demokrasi di Indonesia. Yakni yang pertama, banyak kalangan menyebut demokrasi untuk kesejahteraan. Oleh karenanya, banyak pula negara memandang untuk apa demokrasi kalau negaranya sudah sejahtera.
Namun menurutnya, demokrasi bukan hanya sekedar kesejahteraan. Substansi dalam berdemokrasi adalah adanya penghargaan atas hak sebagai warga negara. Hak untuk mengetahui cara mengelola negaranya. Adanya hak bagi warga untuk mengetahui bagaiamana uang hasil pembayaran atas pajaknya selama ini dikelola.
“Misalnya untuk pemenuhan sekktor kesehatan dan pendidikan berapa. Dan di Indonesia sudah mulai dipraktikkan dan terus dikembangkan. Bahkan di Indonesia penentuan kepemimpinan juga sudah melibatkan publik,” bebernya.
Selain itu, yang kedua, yakni proses reformasi di Indonesia ternyata berhasil merombak dan menata kembali kelembagaan negara atau sering dikenal dengan istilah reformasi konstitusi.
Penataan lembaga negara menjadi landasan konstitusional bahwa hadir dan bekerjanya para penyelenggaraan kekuasaan negara, harus sesuai dengan aspirasi rakyat.
“Dalam bidang politik misalnya, pasca reformasi menghasilkan beberapa lembaga baru, seperti DPD RI yang mirip dengan senator di Amerika. Ada juga Mahkamah Konstitusi, KPU, Komisi Informasi Publik (KIP), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” kata Syam.
Yang ketiga, demokrasi di Indonesia selama ini tidak hanya fokus menata kelembagaan negara di level pusat, melainkan juga bersamaan dengan penataan kelembagaan di daerah atau yang lebih dikenal dengan istilah desentalisasi.
Perkembangan demokrasi juga ditandai dengan menguatnya pelibatan masyarakat sipil dalam membangun demokrasi di Indonesia. Yakni beberapa rekomendasi masyarakat sipil menjadi rujukan dalam penentuan pucuk pimpinan di beberapa lembaga tinggi negara, khususnya KPK, Ombudsman RI dan Komisi Informasi Publik.
“Dari proses pembelajaran dan praktek demokrasi di Indonesia, tentu saja banyak kekurangan di samping kelebihannya. Terutama kesiapan para pemimpin dan penguasa dalam merespon perubahan tersebut sangat menentukan. Dari kelebihan dan kekurangan tersebut, menjadikan Indonesia sangat layak untuk di tempati belajar,” tandasnya. (ent)
0 komentar:
Post a Comment