Banner 1

Parah! Pedestrian Belum Bersih dari PKL

BOGOR – Pemkot Bogor terus berbenah menjelang akan diresmikannya fasilitas pedestrian (pejalan kaki) Kebun Raya Bogor (KRB). Sejumlah SKPD dikumpulkan dalam rapat di Paseban Surawisesa Balaikota, Kamis (05/01/2017). Salah satu masalah yang menjadi sorotan Walikota Bogor Bima Arya adalah jalur pedestrian yang belum steril......

Menang di #WeLoveCities, Bogor Dinobatkan Sebagai Kota Paling Dicintai di Seluruh Dunia

BOGOR- BOGOR - Setelah melewati proses panjang, akhirnya Kota Bogor meraih kemenangan di ajang #WeLoveCities dan dinobatkan sebagai kota paling dicintai di seluruh dunia dalam ajang yang digelar World Wide Fund for Nature....

PSB Bogor Sukses Gulung Persima Majalengka

BOGOR - PSB Bogor berhasil meraih poin penuh dalam lanjutan Liga Nusantara 2016. Tidak tanggung-tanggung anak-anak Laskar Pakuan menggulung tim asal Jawa Barat lainnya, Persima Majalengka enam gol tanpa balas....

Hadapi Liga Nusantara, PSB Matangkan Persiapan

BOGOR–Skuat PSB terus mengasah kemampuannya dalam rangka persiapan menghadapi Liga Nusantara (Linus) di Depok pada 8-11 Agustus nanti. Bertempat di Stadion Padjajaran, kemarin tim kebanggaan warga Kota Bogor ini melakoni uji tanding melawan kesebelasan Ciomas....

Mantap! Atasi Pemotor Nekat, Walikota Instruksikan Patroli di Jalur Sepeda Otista

BOGOR – Aksi Mahesa Jenar (13) dan Wildan Pratama Putra (13) yang nekat memalang sepedanya di jalur sepeda Jalan Otto Iskandar Dinata (Otista) yang dilewati pengguna sepeda motor jelas menampar telak Pemkot Bogor.Walikota Bima Arya bahkan mengaku greget jika melewati Jalan Otista. Jalur yang dibangun khusus untuk sepeda seringkali dikuasai sepeda motor, berbeda dengan.......

Thursday, 15 October 2015

Selamat! Bogor Masuk Sepuluh Besar Kota Termacet di Dunia





BOGOR-Kota Bogor, Bandung, dan Denpasar masuk dalam daftar sepuluh kota yang memberikan pengalaman terburuk bagi para pengendara menurut hasil evaluasi Waze. Pengelola aplikasi navigasi itu merilis indeks kepuasan mengemudi berdasarkan pengalaman mengemudi 50 juta orang lebih di 32 negara dan 167 area, serta menyusun penilaian numerik mulai dari memuaskan (10) hingga menyebalkan (1).

Dalam siaran persnya, Rabu (14/10), Waze menyebut kota terburuk bagi pengemudi di antaranya San Salvador (El Salvador) dengan indeks 2,1, Cali dan Medellin di Colombia dengan indeks masing-masing 2,6 dan 2,7, serta Denpasar (Indonesia) dengan indeks 2,8.

Kota lain yang menurut pengguna Waze memiliki lalu lintas menyebalkan adalah Guatemala City (Guatemala) dengan indeks 3, Bandung (Indonesia) dengan indeks 3, Bucaramanga (Colombia) dengan indeks 3,1, Caracas (Venezuela) dengan indeks 3,1, Bogor (Indonesia) dengan indeks 3,1, dan Bogota (Colombia) dengan indeks 3,4.

Sementara kota yang dianggap paling memuaskan bagi para pengendara pengguna Waze adalah Phoenix di Arizona, Amerika Serikat, dengan indeks kepuasan 8. Secara keseluruhan, lalu lintas kota-kota di Indonesia dianggap sebagai paling menyebalkan bagi para pengendara pengguna Waze dengan indeks 3,7. Indonesia menempati peringkat ketujuh terburuk di dunia. Sementara negara lalu lintas kendaraannya dianggap paling baik adalah Belanda, dengan indeks 7,9.

Meski demikian, soal keamanan lalu lintas di Indonesia dinilai cukup mumpuni. Indonesia masuk dalam daftar sepuluh besar negara yang indeks keamanan berkendaranya paling baik (8,9), sejajar dengan Prancis. Sedangkan negara yang dinilai paling aman adalah Argentina (9,8), dan negara yang lalu lintasnya dianggap paling berbahaya bagi pengendara adalah El Salvador (3,3).

Dalam hal layanan bagi pengendara, salah satunya ketersediaan stasiun pengisian bahan bakar umum, Indonesia tercatat sebagai yang terburuk di seluruh dunia dengan indeks kepuasan 1. Namun, kualitas jalanan Indonesia dianggap baik dengan indeks 7,3.

Selain itu, menurut indeks Wazeyness atau suasana hati pengendara, Indonesia termasuk yang terburuk dengan indeks 1.

Untuk diketahui, Waze adalah sebuah peranti lunak navigasi gratis untuk perangkat telepon genggam dan tablet PC yang memiliki GPS. Waze bisa diunduh dari negara mana pun di dunia termasuk Indonesia. Namun, peta dasar untuk Indonesia belum tersedia sehingga kontribusi pengguna sangat diutamakan.

Berbeda dengan peranti lunak navigasi umumnya, Waze memberikan informasi dan peta berdasarkan masukan komunitas pemakainya. Informasi mengenai kecelakaan, kemacetan jalan, polisi, bahaya berdasarkan kondisi nyata yang dilaporkan para penggunanya.

Pengguna Waze (wazers) juga bisa melakukan pemutakhiran peta, pemberian nomor rumah/bangunan, penandaan lokasi secara pribadi dan langsung.

Waze juga mempunyai fasilitas ngobrol (chat), memberikan poin untuk setiap kegiatan yang dilakukan seperti menjelajah, memutakhirkan peta dan peristiwa khusus lainnya. Atau dengan kata lain, Waze adalah gabungan dari aplikasi navigasi dengan jejaring sosial dan permainan online.

Waze kini memiliki 78 juta pengguna terdaftar di seluruh dunia. Pada November 2013, jumlah pengguna Waze di Indonesia telah mencapai 750.000 pengguna.

Menanggapi penilaian Waze soal lalu lintas Kota Hujan, Wakil Walikota Bogor Usmar Hariman mengaku tidak setuju. Menurutnya, jika kualitas lalu lintas buruk, masyarakat dari dalam dan luar Kota Bogor tak akan merasa nyaman memburu kuliner setiap akhir pekan. Faktanya, suasana lalu lintas di Kota Hujan setiap akhir pekan selalu padat dengan kendaraan.

"Mereka merasa nyaman itu. Kalaupun indeks 3,1 itu jelek sebagai ukuran, nyatanya RI 1 (Presiden Joko Widodo, red) mau bertempat tinggal di Kota Bogor," sebutnya.

Menurut Usmar, pengelola aplikasi navigasi Waze yang merupakan komunitas masyarakat berbasis lalu lintas sebaiknya tak hanya mengkritik, namun juga memberi solusi. Itu penting untuk perbaikan ke depan.

"Kalau hari biasa lancar saja. Tingkat kecelakaan lalu lintas juga cukup kecil. Harusnya ada solusi juga untuk kota-kota yang disebut buruk," cetusnya.(ent)

Wednesday, 7 October 2015

Ini Derita Bogorian akibat Angkot Ngambek


BOGOR - Para pengguna angkutan kota (angkot) Bogor harus mengernyitkan dahi lebih dalam, kemarin (6/10). Mereka harus berusaha ekstra keras untuk beraktivitas. Aksi "ngambek" massal sopir angkot Kota Bogor membuat banyak orang menderita. Para pekerja harus merogoh kocek lebih, ibu rumah tangga berjalan kaki lebih jauh. Bahkan, para pelajar tak kunjung tiba di sekolah.

---

Pagi itu, sekitar pukul 09.00 WIB, jalanan di Kota Bogor sedikit lengang. Nyaris tidak ada kemacetan terjadi. Kendaraan bermotor roda dua dan empat melaju dengan santainya. Sementara, jalur pedestrian dan trotoar tampak ramai. Ada banyak masyarakat berjalan kaki dan setengah berlari.

Mereka bukan sedang joging atau olahraga jalan santai. Tapi, ini efek dari aksi mogok sopir angkot. Di Balaikota, ratusan sopir angkot melakukan unjuk rasa. Mobil-mobil mereka pun diparkir di sepanjang Jalan Ir H Juanda dan Kapten Muslihat. Alhasil, warga-nya Walikota Bogor Bima Arya pun jadi telantar.

Siti Sundari (57) tampak tergopoh-gopoh kala melintasi jalur pedestrian di depan Balaikota. Wanita paruh baya itu menyempati memandang kerumunan massa di pelataran area kantor lembaga eksekutif Kota Hujan ini. Dengan napas yang terengah-engah, sesekali Sri menggerutu. "Aduh, capai saya jalan kaki, jauh, sudah tua lagi. Soalnya angkotnya pada mogok," seru wanita berhijab itu.

Menurut Sri yang sudah memasuki kepala lima, apa yang dilakukan sopir angkot sangat merugikan para pengguna jasa mobil berpelat warna kuning itu. Sebab, untuk bisa sampai ke tempat tujuan yang jaraknya berkilo-kilo meter, mau tak mau warga mesti berjalan kaki. "Seharusnya mereka tidak seperti ini. Karena banyak warga yang membutuh­kan angkot sebagai sarana transportasinya," kata ibu rumah tangga tersebut.

Meski resah, Sri tetap mendukung aksi yang dilakukan para sopir angkot. "Asalkan tuntutannya positif. Tapi kalau negatif, jelas tidak mendukung," tukasnya.

Hawaini juga merasakan hal yang sama seperti Sri. Untuk menjalankan tugas kantornya, mojang 26 tahun itu harus mengandalkan kedua kakinya. "Iya, saya dari kantor mau ke tempat urusan di dekat Taman Topi harus jalan kaki," keluh Hawaini yang tampak kelelahan.

Menurut wanita asli Sulawesi Selatan itu, sebelum beraksi, para sopir mestinya memikirkan terlebih dahulu dampak negatifnya. Banyak penumpang telantar lantaran tidak ada satu pun angkot yang beroperasi. "Kita selama ini mengandalkan angkot. Kalau mereka mogok begini, mau ke mana-mana juga susah. Semoga mogoknya tidak terlalu lama deh," harapnya.

Dia pun melanjutkan 'misi' dari kantornya dengan menumpang ojek agar mempersingkat waktu. Itu karena Hawaini harus membopong tas ransel yang terlihat berat di pundaknya.

Korban aksi angkot mogok juga berlanjut. Tampak beberapa pelajar gagal pulang tepat waktu ke rumahnya. Kondisi ini dimanfaatkan mereka dengan nongkrong dulu di halte Jalan Jenderal Sudirman, depan Gedung Wanita. Sebab, untuk pulang, mereka hanya mengandalkan angkot. "Ya capek dong Om kalau harus pulang jalan kaki. Rumah saya di Ciluar. Jadi nunggu dulu dah di sini (halte, red)," kata Sandi, salah seorang pelajar SMP.

Adi, siswa SMP Negeri 11 Bogor, juga menuturkan hal yang sama. Hampir satu jam dia menunggu kehadiran angkot di halte bersama teman-temannya. "Iya nih, gak ada angkot. Gak tahu kenapa," ujarnya polos.

Yang jelas, nasib Adi dan Sandi tak seburuk nasib Herlina, salah seorang siswi SMA yang harus diturunkan dari angkot di depan Air Mancur. Walau bingung dan gusar, Herlina dan kawan-kawan tetap turun. "Tadi disuruh turun. Ya, kami turun deh. Katanya ada demo angkot di depan (Balaikota, red)," ucapnya.

Dalam pantauan wartawan koran ini, ada pula masyarakat yang diturunkan paksa oleh angkot di beberapa titik. Usut punya usut, mereka terpaksa dengan alasan solidaritas. "Solidaritas saja sama teman-teman yang lain," kata seorang sopir, sebut saja Ujang.

Di lain hal, aksi mogok sopir angkot ini membawa berkah bagi Asep. Biasanya, dari pukul 09.00 hingga 11.00 WIB, dia hanya mendapat satu penumpang, tapi kemarin, Asep dapat dua penumpang. "Alhamdulillah, jadi banyak penumpang," kata Asep, si tukang ojek, saat menengok sejenak aksi di Balaikota.

Tak lama, salah seorang pejalan kaki naik ke atas motornya meminta untuk dibonceng Asep ke rumahnya. Walhasil, hanya dalam waktu dua jam, Asep laku tiga penumpang. "Kang, saya jalan dulu ya," seru dia berlalu dengan sepeda motor merek Yamaha.

Mengatasi masalah itu, Perusahaan Daerah Jasa dan Transportasi (PDJT) Bogor mengerahkan 29 unit bus Trans Pakuan untuk mengangkut para penumpang yang telantar. "Kami mengerahkan sebanyak 29 unit bus Trans Pakuan untuk mengangkut para penumpang yang telantar. Ini upaya yang bisa kami lakukan," ujar Plt Dirut PDJT Bogor, Suharto.

Ke-29 unit bus tersebut dikerahkan di sejumlah titik yang terjadi penumpukan penumpang yang telantar. Pada teknisnya, kata Suharto, pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ), Satlantas Polres dan Organisasi Angkutan Darat (Organda) untuk mendapatkan informasi titik-titik tersebut. "Kami sudah siapkan sampai besok (hari ini, red). Pokoknya sampai tidak terjadi mogok angkot lagi," ungkapnya.

Ya, tampak beberapa unit kendaraan roda dua dengan daya tampung yang besar mengangkut beberapa warga. Seperti mobil Satpol PP, polisi dan bus Trans Pakuan. Namun, ini belum terlalu efektif karena masih saja terjadi penumpukan penumpang telantar. Sekitar pukul 14.00 WIB, beberapa angkot mulai ngetem dan mengangkut penumpang. Penumpukan penumpang yang telantar berangsur berkurang. Pengguna pedestrian dan trotoar kian berkurang. Dan jalanan Kota Sejuta Angkot ini kembali macet.(ent)

Saturday, 3 October 2015

Empat Kampus Di Bogor Terancam Dibekukan!


BOGOR – Empat perguruan tinggi (PT) swasta di Kota Bogor dinonaktifkan Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti). Selama masa nonaktif PT tersebut tak diperbolehkan menerima mahasiswa baru.
Empat kampus di Bogor yang dibekukan adalah STIE Pandu Madania, Jalan Raya Cibungbulang KM 15. Kedua, STIH Dharma Andhiga di Jalan Soleh Iskandar. Ketiga, Akademi Surtasdal-As Bogor di Kampung Sengked, Desa Babakan, Kecamatan Dramaga. Keempat, Akademi Kesenian di Jalan Jagung, Baranangsiang
Sri Ratnawati, staf administrasi umum Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Dharma Andhiga di bilangan Jalan Sholeh Iskandar Tanah Sareal ditemui Radar Bogor jumat (2/10/2015) membenarkan penonaktifan STIH ini. Secara administrasi, STIH ini dinonaktifkan Kemenristek Dikti sejak 30 Juli 2015 lalu.
Permasalahan perguruan tinggi yang nonaktif ini ada empat. Antara lain tidak melakukan pelaporan akademik, nisbah atau perbandingan dosen dengan mahasiswa belum memenuhi syarat, masalah pelanggaran undang-undang dan juga adanya sengketa di internal perguruan tinggi tersebut.
“Nonaktif dari Kemenristek Dikti ini keluar saat kami melakukan pembenahan karena mendapat teguran dari Kopertis IV Jawa Barat. STIH kenanya di laporan akademik, kami disebut empat semester berturut-turut tidak melakukan pelaporan akademik,” jelasnya.
Ratnawati mengakui ini, selama empat semester mereka tidak melakukan pelaporan akademik yaitu dua semester di TA 2012/2013 dan dua semester di TA 2013/2014. Namun pasca mendapat teguran dari Kopertis IV Jawa Barat, pada 30 Desember 2014 lalu, mereka sudah melakukan pelaporan ke Kopertis IV.
Selanjutnya 26 Januari 2015, STIH melakukan pengajuan pengaktifan kembali. Dan 27 Februari 2015, Kopertis IV telah melakukan verifikasi ke STIH Dharma Andhiga. Dan Agustus hingga September ini, STIH menerima Dirjen Kemenristek Dikti yang melakukan verifikasi.
“Dan Desember nanti pengumuman hasil verifikasi pengaktifan kembali dari Kemenristek Dikti. Makanya kami heran kenapa kami masih diikutkan sebagai perguruan tinggi nonaktif dari Kemenristek Dikti, sementara kami sudah melakukan pembenahan ke Kopertis IV,” ujarnya.
Imbas dari penonaktifan ini pun harus diterima STIH. Tak diperbolehkan menerima mahasiswa baru untuk TA 2015 ini. Namun proses belajar mengajar (PBM) untuk mahasiswa lama masih terus berjalan.
“Wisuda 2014 tetap dilaksanakan. Wisuda sekali setahun. Tahun ini sudah diadakan wisuda pada Maret lalu karena surat nonaktif baru kami terima Juli. Setelah aktif baru boleh menerima mahasiswa baru. Namun kami tetap melakukan promosi,” ujarnya.
STIH ini didirikan anggota DPRD Kota Bogor Andi Surya sejak 2003 lalu. Namun pengakuan Ratna, pengelolaan STIH ini sejak 2014 berpindah dari Andi Surya ke Heri Purnomo. STIH ini untuk pendidikan starata 1 (S1) dengan jumlah dosen tetap 10 orang, dosen tidak tetap lebih 21 orang dan jumlah mahasiswa 298 orang.
Selain STIH Dharma Andhiga, Akademi Kesenian Bogor di bilangan Jalan Jagung Kelurahan Baranangsiang, juga mendapat surat nonaktif dari Kemenristek Dikti. Namun penonaktifan ini dianggap terlambat karena sejak tahun 2000, akademi ini sudah tak beroperasi.
“Tahun 1994 berdiri dan hingga 1998 masih eksis dengan jumlah mahasiswa 40-an orang. Makin lama makin berkurang. Dan sejak tahun 2000 sudah tidak ada peminat atau tidak ada lagi mahasiswanya. Sudah tutup 15 tahun,” ungkap mantan Ketua Umum Yayasan Gilang Kencana yang mengelola Akademi Kesenian Bogor H Syaiful Bahri.
Saat akademi kesenian ini jaya, kegiatan kesenian Sunda banyak digelar di kampus ini, seperti tari jaipongan dan ketuk tilu, dan rampak sekar. Sementara jurusan yang dimiliki akademi ini yaitu jurusan seni tari dan karawitan.
“Kami sampai tiga kali melakukan wisuda. Dan alumni sudah banyak mengajar di sekolah-sekolah yang ada di Kota Bogor. Hingga sekarang, peralatan masih ada, gong, salendro, saron, dan peralatan untuk menari masih ada,” jelasnya.
Dikatakan Syaiful, pada masa Walikota Diani Budiarto, akademi ini sempat mau dihibahkan, tetapi tidak ada respon. Terakhir akademi ini dipindahkan ke Tangerang Selatan dengan nama Akademi Kesenian.
“Selain ini, tidak ada akademi kesenian lain di Bogor baik swasta maupun negeri. Kalau ada peminat dan sponsor yang cinta kesenian Sunda, akademi kesenian ini bisa kita hidupkan lagi,” jelasnya.
Meski sudah tak beroperasi sejak tahun 2000 lalu, hingga sekarang, masih ada beberapa orang yang mau melamar jadi dosen. Selain itu, Syaiful juga masih menerima surat dari perguruan tinggi di Belanda, Jerman dan Australia, yang menanyakan kesenian Sunda.
“Tidak dijawab suratnya, bagaimana mau menjawab, akademinya sudah tutup,” jelasnya.
Dan pada 9 Juli 2015 lalu, gedung akademi yang sudah berganti menjadi SD IT Al Khairiyah ini juga menerima surat dari Kemenristek Dikti terkait penonaktifan beberapa PT di Indonesia. Surat itu berisi pengecekan ijazah mahasiswa, pengecekan dosen dan plagiarisme dan hal lainnya yangberhubungan dengan akademi kesenian ini. (ent)

Astaga! Ratusan Warga Bogor Biseksual




BOGOR– Fenomena Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) sebenarnya bukan hal baru. Hingga kini, kaum ‘pelangi’ itu diam-diam terus berkembang biak secara terselubung di setiap kantong-kantong perkotaan. Tak terkecuali di Kota Bogor.

Dari data yang dihimpun Radar Bogor, jumlah LGBT di Kota Hujan mencapai 900 orang. Rinciannya, golongan biseksual 311 orang, gay 235 orang, dan transgender 38 orang (lengkap lihat grafis).  Hal ini diakui Ketua Pelaksana Harian Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Bogor, Iwan Suryawan. Bahkan mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

“Iya, dari data yang kami dapatkan dan miliki jumlahnya meningkat setiap tahun,” ujar Iwan seperti dilansir Radar Bogor Kamis (1/10/2015).

Iwan menjelaskan, data LGBT yang ada, bersumber dari Dinas Kesehatan dan sejumlah lembaga sosial masyarakat (LSM) terkait pada indikator yang terkena HIV/Aids. Sebab pada teknisnya, sangat sulit untuk mendata LGBT secara langsung. Sehingga satu-satunya cara paling efektif untuk mengetahui populasi kaum homoseksual ini melalui HIV/Aids.

“Tidak gampang untuk mendata mereka ini. Karena LGBT ini ibarat fenomena gunung es. Jadi kami hanya bisa mengetahuinya lewat data dari laporan Voluntary Counseling Test (VCT)kepada para korban yang terjangkit HIV/Aids dan penyakit menular lainnya,” jelas Iwan.

Kesulitan mendata LGBT, kata Iwan, karena mereka sangat menutup diri. Terutama untuk gay, lesbian dan biseksual. Yang hanya bisa mengetahui orang tersebut LGBT atau tidak adalah sesamanya. Sedangkan orang normal, dipastikan tidak bisa dan sulit mengidentifikasinya.

“Jadi kalau sesama LGBT, pasti akan ada chemistry-nya. Ada alirannya gitu,” kata Iwan setengah berseloroh.

LGBT, kata Iwan, juga tidak dapat diketahui dari ciri fisik. Yang gay, tetap berpenampilan selayaknya lelaki normal. Tetap maskulin, macho, badan berotot, kadang ada yang berewokan, dan memakai pakaian laki-laki tidak seperti waria. Tapi, khusus lesbian, agak sedikit mudah diidentifikasi.

“Gambaran umumnya yang biasa kami dapatkan di lapangan, bila ada dua orang wanita jalan bergandengan tangan, pokoknya tampak akrab atau mesra. Yang satu tampak seperti laki-laki yang diistilahkan sentul atau kantil. Yang satunya lagi sangat feminim atau istilahnya femme,” beber Iwan.

“Tapi untuk sementara lesbian belum masuk di data kami. Yang ada hanyalah gay, transgender dan biseksual,” tambahnya.

Sementara, untuk kasus biseksual, pihak KPA mendapati laporan tersebut yang terjadi pada warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Bogor. Dia mengatakan, tingginya hasrat berhubungan seks sewaktu menghuni hotel prodeo adalah pemicu nomor wahid. Lantaran tidak ada tempat pelampiasan yang tepat, yakni perempuan, maka mau tidak mau antar napi lelaki berhubungan badan.

“Ini ada di Bogor. Tapi setelah dia keluar, dia tetap berhubungan dengan istrinya, dengan perempuan. Tapi kondisi ini sudah menjadi kebutuhan seksualnya,” ungkap Iwan.

Menurut Iwan, LGBT yang merupakan masalah sosial dan genetik ini diakibatkan banyak hal. Seperti faktor ekonomi, gaya hidup, lingkungan, pendidikan yang kurang baik, dan permasalahan hidup. Selain itu, seks juga menjadi salah satu kebutuhan hidup terbaru di abad ini.

“Jadi, menurut pengalaman kami di lapangan ada banyak faktor yang menyebabkan mereka menjadi LGBT,” sebut Iwan.

LGBT dan HIV/Adis, kata Iwan lagi, adalah dua hal yang saling berhubungan. Jika dulu, HIV/Aids hanya menyebar lewat jarum suntik, kini sudah beralih ke ‘jarum tumpul’. Artinya, lewat hubungan sejenis, khususnya pada pasangan gay dan transgender yang menerapkan seks anal. Hubungan seks oral juga berpotensi terjangkit, maka meskipun belum didapati, lesbian juga rawan.

“Hubungan seks anal ini dapat mengakibatkan terjadinya goresan, luka, dan cairan sprema. Ini sangat tidak baik dan tidak sehat. Sehingga dulu kebanyakannya HIV/Aids itu tertular lewat jarum suntik yang tajam, kini sudah turun dan beralih ke jarum yang ‘tumpul’,” urai Iwan.

Iwan pun mengaku cukup intens bertemu dengan kelompok ini. Menurut Iwan, LGBT di Bogor juga memiliki keinginan untuk bebas dari belenggu yang membuat hidup mereka tidak normal tersebut.
“Saya pernah tanya ke mereka, apakah mau sembuh atau tidak.

Kalau tidak mau, lebih baik berantem aja sama saya. Artinya kan saya gagal. Tapi mereka bilang mereka mau pulih dan hidup normal kembali. Masalahnya adalah kapan,” ungkap Iwan. (ent)