Banner 1

Friday 26 August 2016

Kopel Indonesia: DPRD Kota Bogor Terlalu Obral Janji

BOGOR – Dua tahun kinerja DPRD Kota Bogor, nyatanya masih menuai banyak kritikan. Komite Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia menilai, DPRD Kota Bogor masih sangat lemah dalam pengawasan. Terutama pengawasan pada pelaksanaan anggaran.
Direktur Kopel Indonesia, Syamsuddin Alimsyah mengatakan, DPRD Kota Bogor lemah dalam fungsi control budgeting. Menurutnya, tren dua tahun ke belakang soal serapan anggaran, Kota Bogor menjadi yang terendah.

“Di satu sisi, saat pembahasan APBD itu kan mengaku defisit, padahal ketika ada duit tidak mau dihabiskan. DPRD itu memiliki agenda evaluasi yang dilakukan secara berkala di komisi-komisi. Seharusnya itu bisa menjadi warning, bukan nanti ke depannya tidak ingin disalahkan,” bebernya pada Rabu (24/08/2016).

Undang–undang Nomor 23 Tahun 2014 pun sudah menegaskan, DPRD murni bagian dari unsur penyelenggara pemerintah daerah. Suksesnya pemerintah daerah menuju rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD) juga merupakan kontribusi DPRD.
“Sebaliknya, kegagalan eksekutif juga kontribusi dari DPRD,” bebernya.
Pada posisi implementasi anggaran saja, serapannya rendah. Belum lagi adanya kebocoran-kebocoran soal tender yang bermasalah dalam pembangunan di Kota Bogor.

DPRD bukan lagi sebagai pengawasan teknis untuk mengubah hasil tender, tetapi harusnya melakukan rapat kerja dengan unit layanan pengadaan (ULP) untuk mengecek sisi kebenaran bagaimana seharusnya proses pengadaan.
“Karena ini kan sudah sistem, tapi faktanya masih banyak keluhan publik. Hanya saja, harus dipahami bahwa selama ini DPRD Kota Bogor ada satu hal yang tidak bisa dijawab karena banyaknya janji dan tindakan yang berakhir tidak baik,” cetusnya.

Seperti contoh, hak interpelasi yang dilakukan DPRD Kota Bogor tahun lalu, termasuk soal kasus lahan Pasar Jambu Dua milik Angkahong.
Akhirnya, hak interpelasi tersebut buntu di tengah jalan dan hak penyidikan yang dilakukan DPRD Kota Bogor saat pembentukan pansus pengadaan barang dan jasa juga menghilang begitu saja.
“Kemudian hilang di peredaran. Akhirnya, publik akan melihat bahwa DPRD Kota Bogor sedang berada dalam ranah yang tidak serius. Melempar isu, mengagendakan sesuatu, tapi kemudian penyelesaian akhirnya tidak ada,” tandasnya.

Sebelumnya, memasuki dua tahun masa kerja DPRD, tercatat masih banyak tugas yang belum tuntas. Misalnya, sepanjang tahun 2015, dari 20 rancangan peraturan daerah (Raperda), hanya 16 yang terealisasi menjadi perda.
Artinya, ada 4 PR perda yang harus dituntaskan tahun ini ditambah 22 raperda yang diusulkan tahun ini.(ent)

0 komentar:

Post a Comment