Banner 1

Tuesday 1 March 2016

Awas Ibu, Ada 'Katak' di Susu Kotak!



BANDUNG-Bersikap selektif memilih produk penganan, tak menjamin si buah hati terbebas dari bahan berbahaya. Seperti yang dirasakan Rini Tresna Sari (46), pelanggan setia sebuah produk susu ultra-high tem­per­ature processing (UHT) ke­masan. Putri kesayangan Rini yang berusia 7 tahun, harus dila­rikan ke RS Advent Bandung karena keracunan usai mengon­sumsi susu UHT kemasan.

Pada screenshot percakapan WhatsApp yang beredar di ber­bagai di media sosial, akun 'Mom Arin' menjelaskan awal keja­dian yang menimpa putrinya itu. Disebutkan, sang putri pada Rabu 27 Januari 2016, sekitar pukul 12.00 WIB, meminum susu ultra rasa cokelat kemasan 200 ml.

"Arrien mengeluh susunya habis, padahal dalam kemasan masih banyak isinya. Segera saya perhatikan, saya ambil kemasan, saya teteskan ke mulut saya, hanya keluar setetes. Namun saya shake (goyang) kemasan, terasa betul masih berisi dan berat," papar tulisan tersebut.

Penasaran, Rini kemudian berlari ke dapur dan mengambil pisau, lantas membelah kemasan susu. Betapa terkejutnya Rini ketika melihat isi di dalam kemasan dengan tanggal kedalu­warsa 23 Agustus 2016 itu.

"Benda berwarna pucat berbentuk simetris menyerupai organ katak/kodok dari pinggang ke bawah. Panjang sekitar 8-10 sentimeter, lebar 6-8 sentimeter," ungkapnya.

Tak berapa lama, putri Rini mengalami gejala gatal hebat di bibir, gusi bengkak, mual, demam, pusing, dan lemas hingga susah untuk berjalan. Bergegas Rini membawa sang putri ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif.

Kasus ini pun rupanya telah ditangani Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jawa Barat-Banten-DKI. HLKI menerima aduan dari Rini, melaporkan adanya benda diduga mirip kaki kodok dalam susu kemasan yang diminum anaknya. "Yang bersangkutan sudah melapor ke kami dan sekarang sedang ditangani. Laporan ke kami itu masuk pada 11 Februari," kata Ketua Umum HLKI Jawa Barat Banten DKI, Firman Turmantara, kepada pewarta.

Menurutnya, Rini sudah melaporkan kejadian itu pada perusahaan tersebut pada 27 Januari atau di hari yang sama saat anaknya meminum susu tersebut. Benda yang diduga kaki kodok itu pun sudah dibawa oleh perwakilan perusahaan untuk diteliti.

Rini menginginkan adanya penjelasan dari pihak perusahaan. Sebab, ada benda ganjil dalam kemasan susu tersebut. Apalagi, anaknya kemudian keracunan hingga susah untuk berjalan.Tapi, tidak ada jawaban me­muaskan dari pihak perusahaan. Rasa penasaran pun makin besar.

Pihak perusahaan pun sempat menawarkan kompensasi. Tapi, Rini menolak. Sebab, Rini ingin mengetahui pasti benda apa yang ada dalam susu tersebut, termasuk apakah sakitnya sang anak karena ada hubungannya dengan benda itu atau tidak."Konsumen (Rini) bukan menuntut ganti rugi. Tapi, beliau penasaran kenapa anaknya bisa dirawat sampai lima hari di rumah sakit. Beliau enggak berpikir soal uang," jelas Firman.

Kasus itu pun kini terus bergulir dan diteruskan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk diproses hingga persidangan, Senin (29/2) kemarin. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung telah melakukan pemeriksaan ke produsen susu kemasan yang ditemukan benda menyerupai kaki katak. Sengketa kasus ini akan diselesaikan secara arbritase. 

Kepala BBPOM Bandung, Abdul Rahim mengatakan, pengecekan terhadap pengolahan susu kemasan itu dilakukan pada 9 Februari 2016 setelah pihaknya mendapatkan pengaduan dari suami yang bersangkutan. Hasil dari pemeriksaan, BBPOM tidak menemukan ada kejanggalan dari produsen. 

"Kami langsung melihat ke sana dan proses pengolahan susunya berjalan dengan baik. Tidak ada masalah," kata Abdul kepada wartawan.

Abdul menyebutkan, pihaknya tidak menemukan sesuatu yang menyebabkan terkontaminasinya susu kemasan tersebut. BBPOM juga mengecek produk susu kemasan dengan kode batch (produksi) yang sama. 

Menurut dia, pihaknya tak menemukan benda aneh di dalam bungkus susu kemasan dengan kode batch yang sama dengan milik Rini. Semuanya masih sesuai dengan standar produksi pangan yang baik.

Alhasil, ujar dia, pihaknya belum bisa memastikan jenis benda yang ditemukan Rini di dalam bungkus susu kemasan miliknya. Untuk memastikannya, perlu ada sampel dari susu yang menyebabkan anak Rini keracunan. "Kami tidak lihat langsung sampelnya, kalau lihat langsung bisa saja kami melakukan pengujian terhadap benda tersebut," ujarnya.

Terpisah, pihak PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company (ULTJ) mengaku sudah melakukan penelitian spesimen menyerupai kaki katak yang berada di dalam susu cair kemasan kotak yang diminum bocah 7 tahun asal Bandung tersebut. Hasilnya, spesimen itu merupakan endapan lemak susu. "Spesimen itu merupakan endapan dari lemak susu. Jadi, bukan kategori hewan," kata Sonny Lunardi selaku kuasa hukum PT ULTJ usai menghadiri prasidang sengketa konsumen berkaitan persoalan tersebut, di kantor BPSK Kota Bandung, Jalan Matraman, Senin (29/2).

Dia menegaskan, selama ini produk susu Ultra cair kemasan yang diproduksi PT ULTJ ini tidak menggunakan bahan pengawet. "Jadi, sangat sensitif," ucap Sonny.

Apa penyebab terjadinya endapan lemak susu yang bentuknya mirip gumpalan daging itu? "Kemungkinan, kami menduga ada kebocoran (kemasan) di tingkat distribusinya. Bukan kebocoran dari pabrik. Itu pun kan sudah dicek langsung oleh BPOM," ujarnya.

Sonny mengatakan, endapan lemak susu itu bisa saja berbahaya dikonsumsi karena mengandung bakteri. Namun, sambung dia, kondisi tersebut sulit dibuktikan karena endapan sudah terbuka dari kema­sannya.

"Pada saat anak itu mengon­sumsi, berdasarkan keterangan ibunya ke customer PT ULTJ, itu sedang dalam keadaan sakit radang. Jadi, sakit radang ini sudah pasti secara kedokteran, mungkin, ada bakteri atau virus," katanya.

Sonny mengklaim, pengujian spesimen oleh PT ULTJ waktu itu tidak melihat adanya bakteri karena pada saat dibawa ke kantor sudah mengering atau mengeras. "Pihak kami hanya memastikan apa sih gumpalan itu. Ternyata itu gumpalan lemak dan protein susu," ucap Sonny.

Dia menjelaskan, satu produk susu cair kemasan kotak atau dus berisi gumpalan yang diminum seorang anak perempuan itu kedaluwarsanya pada 23 Agustus 2016. "Jadi, kemasan itu rusak atau bocor, tapi memang (isi cairan susu) tidak keluar. Sepanjang tidak ada kebocoran, enggak ada masalah. Sekecil apa pun lubang bocornya, produk Ultra ini sensitif," tutur Sonny.

"Kalau menemukan kemasan berkondisi rusak, penyok atau bocor, kami imbau konsumen untuk tidak membeli," kata Sonny.BANDUNG-Bersikap selektif memilih produk penganan, tak menjamin si buah hati terbebas dari bahan berbahaya. Seperti yang dirasakan Rini Tresna Sari (46), pelanggan setia sebuah produk susu ultra-high tem­per­ature processing (UHT) ke­masan. Putri kesayangan Rini yang berusia 7 tahun, harus dila­rikan ke RS Advent Bandung karena keracunan usai mengon­sumsi susu UHT kemasan.


Pada screenshot percakapan WhatsApp yang beredar di ber­bagai di media sosial, akun 'Mom Arin' menjelaskan awal keja­dian yang menimpa putrinya itu. Disebutkan, sang putri pada Rabu 27 Januari 2016, sekitar pukul 12.00 WIB, meminum susu ultra rasa cokelat kemasan 200 ml.


"Arrien mengeluh susunya habis, padahal dalam kemasan masih banyak isinya. Segera saya perhatikan, saya ambil kemasan, saya teteskan ke mulut saya, hanya keluar setetes. Namun saya shake (goyang) kemasan, terasa betul masih berisi dan berat," papar tulisan tersebut.


Penasaran, Rini kemudian berlari ke dapur dan mengambil pisau, lantas membelah kemasan susu. Betapa terkejutnya Rini ketika melihat isi di dalam kemasan dengan tanggal kedalu­warsa 23 Agustus 2016 itu.

"Benda berwarna pucat berbentuk simetris menyerupai organ katak/kodok dari pinggang ke bawah. Panjang sekitar 8-10 sentimeter, lebar 6-8 sentimeter," ungkapnya.

Tak berapa lama, putri Rini mengalami gejala gatal hebat di bibir, gusi bengkak, mual, demam, pusing, dan lemas hingga susah untuk berjalan. Bergegas Rini membawa sang putri ke rumah sakit untuk mendapat perawatan intensif.

Kasus ini pun rupanya telah ditangani Himpunan Lembaga Konsumen Indonesia (HLKI) Jawa Barat-Banten-DKI. HLKI menerima aduan dari Rini, melaporkan adanya benda diduga mirip kaki kodok dalam susu kemasan yang diminum anaknya. "Yang bersangkutan sudah melapor ke kami dan sekarang sedang ditangani. Laporan ke kami itu masuk pada 11 Februari," kata Ketua Umum HLKI Jawa Barat Banten DKI, Firman Turmantara, kepada pewarta.

Menurutnya, Rini sudah melaporkan kejadian itu pada perusahaan tersebut pada 27 Januari atau di hari yang sama saat anaknya meminum susu tersebut. Benda yang diduga kaki kodok itu pun sudah dibawa oleh perwakilan perusahaan untuk diteliti.

Rini menginginkan adanya penjelasan dari pihak perusahaan. Sebab, ada benda ganjil dalam kemasan susu tersebut. Apalagi, anaknya kemudian keracunan hingga susah untuk berjalan.Tapi, tidak ada jawaban me­muaskan dari pihak perusahaan. Rasa penasaran pun makin besar.

Pihak perusahaan pun sempat menawarkan kompensasi. Tapi, Rini menolak. Sebab, Rini ingin mengetahui pasti benda apa yang ada dalam susu tersebut, termasuk apakah sakitnya sang anak karena ada hubungannya dengan benda itu atau tidak."Konsumen (Rini) bukan menuntut ganti rugi. Tapi, beliau penasaran kenapa anaknya bisa dirawat sampai lima hari di rumah sakit. Beliau enggak berpikir soal uang," jelas Firman.

Kasus itu pun kini terus bergulir dan diteruskan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk diproses hingga persidangan, Senin (29/2) kemarin. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung telah melakukan pemeriksaan ke produsen susu kemasan yang ditemukan benda menyerupai kaki katak. Sengketa kasus ini akan diselesaikan secara arbritase. 

Kepala BBPOM Bandung, Abdul Rahim mengatakan, pengecekan terhadap pengolahan susu kemasan itu dilakukan pada 9 Februari 2016 setelah pihaknya mendapatkan pengaduan dari suami yang bersangkutan. Hasil dari pemeriksaan, BBPOM tidak menemukan ada kejanggalan dari produsen. 

"Kami langsung melihat ke sana dan proses pengolahan susunya berjalan dengan baik. Tidak ada masalah," kata Abdul kepada wartawan.

Abdul menyebutkan, pihaknya tidak menemukan sesuatu yang menyebabkan terkontaminasinya susu kemasan tersebut. BBPOM juga mengecek produk susu kemasan dengan kode batch (produksi) yang sama. 

Menurut dia, pihaknya tak menemukan benda aneh di dalam bungkus susu kemasan dengan kode batchyang sama dengan milik Rini. Semuanya masih sesuai dengan standar produksi pangan yang baik.

Alhasil, ujar dia, pihaknya belum bisa memastikan jenis benda yang ditemukan Rini di dalam bungkus susu kemasan miliknya. Untuk memastikannya, perlu ada sampel dari susu yang menyebabkan anak Rini keracunan. "Kami tidak lihat langsung sampelnya, kalau lihat langsung bisa saja kami melakukan pengujian terhadap benda tersebut," ujarnya.

Terpisah, pihak PT Ultrajaya Milk Industry and Trading Company (ULTJ) mengaku sudah melakukan penelitian spesimen menyerupai kaki katak yang berada di dalam susu cair kemasan kotak yang diminum bocah 7 tahun asal Bandung tersebut. Hasilnya, spesimen itu merupakan endapan lemak susu. "Spesimen itu merupakan endapan dari lemak susu. Jadi, bukan kategori hewan," kata Sonny Lunardi selaku kuasa hukum PT ULTJ usai menghadiri prasidang sengketa konsumen berkaitan persoalan tersebut, di kantor BPSK Kota Bandung, Jalan Matraman, Senin (29/2).

Dia menegaskan, selama ini produk susu Ultra cair kemasan yang diproduksi PT ULTJ ini tidak menggunakan bahan pengawet. "Jadi, sangat sensitif," ucap Sonny.

Apa penyebab terjadinya endapan lemak susu yang bentuknya mirip gumpalan daging itu? "Kemungkinan, kami menduga ada kebocoran (kemasan) di tingkat distribusinya. Bukan kebocoran dari pabrik. Itu pun kansudah dicek langsung oleh BPOM," ujarnya.

Sonny mengatakan, endapan lemak susu itu bisa saja berbahaya dikonsumsi karena mengandung bakteri. Namun, sambung dia, kondisi tersebut sulit dibuktikan karena endapan sudah terbuka dari kema­sannya.

"Pada saat anak itu mengon­sumsi, berdasarkan keterangan ibunya ke customer PT ULTJ, itu sedang dalam keadaan sakit radang. Jadi, sakit radang ini sudah pasti secara kedokteran, mungkin, ada bakteri atau virus," katanya.

Sonny mengklaim, pengujian spesimen oleh PT ULTJ waktu itu tidak melihat adanya bakteri karena pada saat dibawa ke kantor sudah mengering atau mengeras. "Pihak kami hanya memastikan apa sih gumpalan itu. Ternyata itu gumpalan lemak dan protein susu," ucap Sonny.

Dia menjelaskan, satu produk susu cair kemasan kotak atau dus berisi gumpalan yang diminum seorang anak perempuan itu kedaluwarsanya pada 23 Agustus 2016. "Jadi, kemasan itu rusak atau bocor, tapi memang (isi cairan susu) tidak keluar. Sepanjang tidak ada kebocoran, enggak ada masalah. Sekecil apa pun lubang bocornya, produk Ultra ini sensitif," tutur Sonny.

"Kalau menemukan kemasan berkondisi rusak, penyok atau bocor, kami imbau konsumen untuk tidak membeli," kata Sonny.(ric/net)

0 komentar:

Post a Comment