Banner 1

Sunday 20 March 2016

Earth Hour Bogor Berlangsung di Balaikota



BOGOR–Kampanye hemat energi dan penyelamatan lingkungan, kembali dilakukan di Plaza Balaikota Bogor kemarin malam (19/3). Peringatan Hari Bumi Sedunia (Earth Hour) 2016 yang diselenggarakan puluhan anak muda bersama aktivis lingkungan World Wild Fund for Nature (WWF) tersebut, dihadiri Walikota Bogor Bima Arya. 

Bahkan, walikota ikut menyalakan lilin berlambangkan 60+ sebagai simbol dimulainya pemadaman lampu maupun perangkat yang menggunakan listrik selama satu jam mulai pukul 20.30 hingga 21.30 itu. 
Bima Arya mengakui, selama ini masyarakat sudah banyak yang melakukan pemborosan energi bahan bakar. “Makanya, kini waktunya kita merenungkan semua dosa yang membuat bumi semakin panas,” ungkap Bima kepada semua anak muda yang hadir.

Ia mengakui jika Bogor sangat panas dibandingkan dengan waktu dirinya masih duduk di bangku SMA. “Bagaimana kelangsungan anak cucu kita kalau semua generasi muda sudah tidak peduli dengan bumi ini?” jelasnya.

Ia berharap, kegiatan tidak hanya seremoni belaka. Tapi, dijadikan renungan untuk menentukan tindakan semua generasi muda ke depan dalam menjaga lingkungan, terutama bumi.

Bima juga menantang anak muda untuk mengubah pola hidupnya. “Yang tadinya naik motor, jadi naik sepeda atau berjalan kaki ke mana pun kalian pergi,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Pelaksana   Earth Hour Regional Bogor, Aru Prayogi mengatakan, ada 49 titik di Bogor yang dimatikan selama satu jam. Ke-49 titik tersebar di wilayah administrasi Kota dan Kabupaten Bogor. 

Titik-titik yang akan ikut dalam pemadaman lampu di antaranya kantor pemerintahan, mal dan hotel serta taman. Termasuk aliran listrik yang menjadi ikon Kota Bogor, Tugu Kujang.

Di luar itu, sempat ada kepanikan yang dirasakan salah satu anggota Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) yang sedang berjaga di pos dekat Balaikota. 

Hal itu karena padamnya lampu-lampu di sekitar Balaikota Bogor yang letaknya di depan Istana. Sementara di waktu yang sama, Presiden Joko Widodo sedang dalam perjalanan menuju Istana Bogor.
“Kalau dimatikan semua, bisa berbahaya nanti karena Bapak (Presiden Joko Widodo, red) sedang dalam perjalanan,” ucap salah satu anggota Paspampres. 

Sementara itu, komitmen Pemprov DKI terhadap kampanye penyelamatan bumi yang digalang oleh WWF dibuktikan lewat aksi pemadam listrik pada Sabtu (19/3) kemarin. 

Tepat pukul 20.30 WIB sampai 21.30 WIB, lima ikon ibu kota plus satu kawasan penting di Jakarta juga gelap gulita. Aksi tersebut merupakan salah satu wujud nyata yang dilaku­kan Pemprov DKI usai meneri­ma surat dari WWF, Kamis (17/3). Pemadaman listrik selama satu jam itu sekaligus menjadi persembahan Jakarta untuk dunia.

Seperti disampaikan oleh Kepala Dinas Perinduatrian dan Energi (DPE) DKI Yuli Hartono kepada Jawa Pos kemarin. Dia menyebutkan, Pemprov DKI termasuk salah satu di antara ratusan kota besar dunia yang mendukung penuh kampanye WWF.  Tidak terkecuali Earth Hour yang sudah diselenggarakan sejak delapan tahun lalu. 

Pejabat yang akrab dipanggil Yuli itu menyebutkan, DKI sudah turut serta sejak kali pertama Earth Hour digaungkan. “Pekan ketiga Maret kami lakukan pemadaman listrik selama satu jam,” kata dia tegas.
Tahun ini, DPE DKI sebagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) yang menjadi leading sector kampanye Earth Hour di Jakarta memadamkan listrik di kawasan Monumen Nasional (Monas), Bundaran Hotel Indonesia (HI), Patung Arjuna Wiwaha, Patung Pemuda, dan Gedung Balaikota DKI yang tidak lain adalah kantor Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama. 

Selain itu, seluruh pengelola gedung di kawasan Segitu Emas ibu kota turut diminta memadamkan listrik dalam kampanye Earth Hour tahun ini. “Kami juga mengajak masyrakat. Hanya satu jam saja” kata Yuli.
Menyambut arahan tersebut, Unit Pengelola Kawasan (UPK) Monas yang memiliki tanggung jawab penuh mengelola destinasi wisata kebanggan warga Jakarta itu memadamkan seluruh aliran listrik di sana. Alhasil, begitu jarum jam berada di antara angka sembilan dan delapan Monas benar-benar gelap gulita. 

Demikian pula gedung-gedung pencakar langit di sekitarnya. Gemerlap lampu kota yang biasa tersaji setiap malam pun tidak tampak. Yang terlihat menyala hanya lidah api di pucuk Monas. “Itu (lidah api, red) adalah simbol yang tidak boleh padam,” ungkap Kepala UPK Monas Rini Hariani. 

Simbol yang dia maksud adalah tanda bahwa semangat rakyat Indonesia untuk berjuang bersama tidak pernah padam. 

Nyala lampu hias yang biasa terlihat elok di pandang mata padam sementara. Air mancur yang tidak pernah lupa menari menghiasi salah satu ikon ibu kota pun ikut dipadamkan. Tak pelak momen langka itu diabadikan oleh sejumlah warga. Khususnya yang gemar dengan fotografi. Satu jam Earth Hour di Jakarta pun ramai oleh pewarta foto yang mengabdikan momen tersebut.

Sadar akan hal itu, Yuli pun mengingatkan, dasar pelak­sanaan Earth Hour adalah kampanye untuk kebaikan Bumi. Karena itu, dia berharap besar seluruh warga Jakarta memahami hal itu. Bila perlu tidak melulu saat pelaksanaan Earth Hour, pemahaman itu, sambung dia, diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. “Hemat listrik, hemat energi,” pintanya. 

Itu perlu dilakukan agar beban puncak listrik Jakarta yang mencapai 6.068 mega watt setiap hari berkurang. “Caranya mudah. Jangan gunakan listrik kalau nggak perlu,” tegasnya. (ent)

0 komentar:

Post a Comment