Banner 1

Thursday 28 July 2016

DPR Ngamuk Lihat Cibinong Kabupaten Bogor yang Berantakan

BOGOR – Rombongan Komisi II DPR RI Selasa (26/07/2016) ”ngamuk” saat mengunjungi sejumlah wilayah di Bumi Tegar Beriman. Kinerja Pemkab Bogor dianggap buruk hampir di semua bidang.
Temuan-temuan itu pun langsung dikonfrontir kepada perwakilan Muspida, di Ruang Serbaguna I Setda Kabupaten Bogor.

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Gerindra, Sareh Wiyono, mengungkapkan bahwa tata perkotaan Kabupaten Bogor masih berantakan. Dia juga membandingkan tata kota kawasan Cibinong tertinggal jauh dengan kerjaan pengembang swasta di kawasan Sentul City.
“Kabupaten Bogor merupakan daerah penghasil APBD terbesar se-Indonesia. Tetapi tidak ada pembangunan dalam kota,” cetusnya.

Menurutnya, penataan dalam kota atau kawasan Cibinong seharusnya lebih diperhatikan. Sebab, jika tata ruang di kawasan pusat pemerintahan saja berantakan, hal lebih mengerikan bisa terlihat di wilayah perbatasan.
Sareh Wiyono juga mengkritisi visi-misi Kabupaten Bogor yang mengklaim sebagai Kabupaten Bogor Termaju.
“Disebut kabupaten termaju, termajunya dimana? Ada gugatan jalan rusak, memang jalan di daerah itu rusak-rusak!,” geramnya.

Sareh mengaku belum melihat kondisi keseluruhan wilayah perbatasan Kabupaten Bogor. Tetapi ia meyakini, jika kawasan pusat pemerintahan saja sudah rusak, apalagi di daerah perbatasan.
“Bogor ini salah satu penyangga ibukota, harusnya mulai menata zona-zona pemukiman, perkantoran dan industri dengan baik,” cetusnya, seraya mendesak Pemkab Bogor ikut dalam program satu juta rumah untuk warga menengah ke bawah.

Tak hanya itu, kekesalan para wakil rakyat semakin menjadi-jadi ketika dua kepala daerah yang dijadwalkan hadir dalam pembahasan penataan dan pengelolaan tata ruang itu tak hadir. Keduanya adalah Bupati Bogor Nurhayanti dan Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar.
Bahkan salah satu anggota rombongan menyebut, baru pertama kali kunjungan kerja Komisi II tanpa dihadiri para kepala daerah masing-masing.

Selain itu, presentasi Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bogor Syarifah Sopiah turut dikritisi. Lantaran bahan presentasi hanya membahas soal kemacetan dan transportasi di Kabupaten Bogor saja.
“Menteri saja kalau rapat tidak ada kita, tidak jadi rapat. Ini kok malah kepala daerahnya yang tidak ada,” cetusnya.
Kepala Dinas Tata Ruang dan Pertanahan (DTRP) Kabupaten Bogor, Joko Pitoyo, menjelaskan apa yang diminta Komisi II DPR RI sebenarnya sudah diupayakan.

Seperti perencanaan untuk memenuhi program satu juta rumah telah dibuat. Namun di tengah proses itu terdapat kendala minimnya APBD.
“Untuk bangunan rumah horizontal di Cibinong ini sudah tidak mungkin. Makanya, diakali dengan membangunan hunian vertikal,” kata dia.

Akan tetapi, permasalahan krusialnya adalah harga tanah di kawasan tersebut yang mencapai Rp500 ribu per meter. Sehingga pemerintah daerah sulit untuk membeli tanah di pusat pemerintahan seperti Kecamatan Cibinong.
“Itu sulit terealisasi,” akunya.
Menurut Joko, jika pengembang membebaskan Rp500 ribu per meter persegi, untuk rumah tipe dengan standar minimal, nilai jualnya bisa mencapai Rp200 jutaan.

Sementara fasilitas bantuan dana pembuatan drainase dan jalan dari Kemeneterian PU-Pera baru bisa digunakan jika nilai jual perumahan di bawah Rp126,5 juta.
“Jika nilai jual diatas itu, fasilitas tidak bisa dimanfaatkan. Di pusat tidak bisa dipakai, di daerahnya butuh, tapi juga tidak bisa karena melebihi plafon,” tukasnya.

Disinggung penataan dalam kota kalah dengan kawasan Sentul City, Joko mengatakan Sentul kuat secara pendanaan sehingga bisa mewujudkan desain yang telah dimiliki.
“Balik lagi, saya punya rencana nih. Tapi dana untuk mengimplementasikannya tidak ada,” tukasnya.(ent)

0 komentar:

Post a Comment